Copyright 2011 Rolly S. Rore

Dasar Kewenangan TNI AL Dalam Penegakan Hukum Di Laut

1. TZMKO. Ordonansi Laut Teritorial dan Lingkungan Laut Larangan (Territoriale Zee en Maritime Kringen Ordonantie) 1939 Stbl. 1939 Nomor 442 Pasal 13 menyatakan bahwa: “Untuk memelihara dan mengawasi pentaatan ketentuan-ketentuan dalam ordonansi ini ditugaskan kepada Komandan Angkatan Laut Surabaya, Komandan-komandan Kapal Perang Negara dan kamp-kamp penerbangan dari Angkatan Laut”.

2. UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP jo PP No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP. Dalam penjelasan pasal 17 menyebutkan bahwa: “Bagi penyidik dalam perairan Indonesia, zona tambahan, landas kontinen dan ZEEI penyidikan dilakukan oleh perwira TNI AL dan pejabat penyidik lainnya yang ditentukan oleh undang-undang yang mengaturnya”.

3. UU No. 5 Tahun 1983 tentang ZEEI. Dalam pasal 14 ayat (1) memberikan kewenangan kepada Perwira TNI AL yang ditunjuk oleh Pangab sebagai aparat penegak hukum dibidang penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan UU No. 5 Tahun 1983.

4. UU No. 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan/Ratifikasi UNCLOS 1982. Memberikan kewenangan kepada pejabat-pejabat, kapal perang dan kapal pemerintah untuk melakukan penegakan hukum di laut. Hal ini dapat dilihat dalam beberapa pasal antara lain pasal 107, 110, 111 dan 224 UNCLOS 1982.

5. UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya. Pasal 39 ayat (2) kewenangan penyidik Polri, juga PPNS tertentu di lingkungan departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, tidak mengurangi kewenangan penyidik sebagaimana diatur dalam UU No. 5 Tahun 1983 tentang ZEEI dan UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.

6. UU No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia. Dalam penjelasan pasal 24 ayat (3) Penegakan hukum dilaksanakan oleh instansi terkait antara lain TNI AL, Polri, Departemen Perhubungan, Departemen Pertanian, Departemen Keuangan dan Departemen Kehakiman sesuai dengan wewenang masing-masing instansi tersebut dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan nasional maupun internasional.

7. UU No. 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup. Dalam pasal 40 ayat (5) menyebutkan: “Bahwa penyidikan tindak pidana lingkungan hidup di perairan Indonesia dan ZEE dilakukan oleh penyidik menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku” (lihat pasal 14 ayat 1 UU No. 5 Tahun 1983).

8. UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Dalam pasal 73 ayat (1) menyebutkan bahwa: “Penyidikan tindak pidana di bidang perikanan dilakukan oleh PPNS Perikanan, Perwira TNI AL dan Pejabat Polri”.

9. UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI. Dalam Pasal 9 huruf (b) Angkatan Laut bertugas menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah laut yurisdiksi nasional sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah diratifikasi.

10. UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Dalam pasal 282 ayat (1): “Selain penyidik pejabat Polri dan penyidik lainnya, PPNS tertentu di lingkungan instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang pelayaran diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini”. Adapun dalam penjelasannya yang dimaksud dengan “penyidik lainnya” adalah penyidik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan antara lain Perwira TNI AL dan dipertegas pada pasal 340 untuk di ZEEI. 
 
11. UU No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara. Dalam pasal 7 disebutkan: “Negara Indonesia memiliki hak-hak berdaulat dan hak-hak lain di wilayah yurisdiksi yang pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan hukum internasional”. Dan pasal 22 disebutkan “Negara Indonesia berhak melakukan pengelolaan dan pemanfaatan kekayaan alam dan lingkungan laut dilaut bebas serta dasar laut internasional yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan hukum internasional.